Chase took her hand, hurried up the

Chase took her hand, hurried up the front steps, and kicked open the front door, not stopping in the living room even though it meant waiting another few seconds for the pleasure he’d been craving.

He wanted her in a bed, the way he’d been picturing her for forty-eight straight hours, naked and flushed with desire—and pleasure—for him.

In the end it felt like hiking halfway across the county just to get to the bedroom, but then—finally!—they were inside the room. Chase closed the door and locked it, before forcing himself to drop her hand and to step back a few inches.

“Are you sure you want to do this?”

“Yes.”

She hadn’t hesitated, but still he had to say, “Absolutely certain?”

“Yes.”

Again, there was no hesitation, only a growing irritation in her eyes that he was stalling. But he cared about her too much to do anything to hurt her.

“Once we start, I’m not going to be able to stop. I want you too badly.”

At that, the faint irritation in her eyes was pushed aside by need, her eyes dilating at the force of her arousal.

He didn’t want to scare her—didn’t ever want her to be scared again—but she needed to know.

“This is your last chance to change your mind.”

Before he could take his next breath, her fingers threaded into his hair and her mouth was on his, her tongue pushing against his. He lifted her into his arms and moved to the bed, his mouth never leaving hers for a second. There was no finesse, no gentleness in their kisses.

How could there be when they were both pure need?

Just that quickly, all thoughts of honor were forgotten. All that mattered was Chloe. Worshiping her body. And loving her.

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

Chase mengambil tangannya, bergegas naik langkah depan, dan kicked buka pintu depan, tidak berhenti hidup kamar walaupun itu berarti menunggu lain beberapa detik untuk kesenangan ia telah hasrat.Dia ingin dia di tempat tidur, cara dia telah telah membayangkan dirinya selama empat puluh delapan jam lurus, telanjang dan memerah dengan keinginan — dan kesenangan — baginya.Pada akhirnya rasanya seperti hiking setengah jalan di seluruh daerah hanya untuk mendapatkan ke kamar tidur, tapi kemudian-akhirnya! — mereka berada di dalam kamar. Chase menutup pintu dan terkunci, sebelum memaksa dirinya untuk menjatuhkan tangannya dan langkah kembali beberapa inci."Apakah Anda yakin ingin melakukan ini?""Ya."Dia tidak ragu-ragu, tapi masih dia pernah mengatakan, "Benar-benar pasti?""Ya."Sekali lagi, ada tidak ragu-ragu, hanya iritasi tumbuh di matanya yang dia itu mengulur-ulur. Tapi dia peduli tentang dia terlalu banyak untuk melakukan apapun untuk menyakitinya."Sekali kita mulai, aku tidak akan mampu untuk berhenti. Saya ingin Anda terlalu buruk."Pada saat itu, iritasi pingsan di matanya adalah terdesak oleh kebutuhan, matanya dilatasi pada kekuatan gairah Nya.Ia tidak ingin menakut-nakuti — tidak pernah ingin dia menjadi takut sekali lagi- tetapi dia perlu tahu."Ini adalah kesempatan terakhir Anda untuk mengubah pikiran Anda."Sebelum dia bisa mengambil napas berikutnya, jari-jarinya threaded ke dalam mulutnya dan rambutnya adalah nya, lidahnya mendorong terhadap Nya. Ia mengangkat dia ke dalam tangannya dan pindah ke tempat tidur, mulutnya tidak pernah meninggalkan miliknya untuk kedua. Ada tidak ada kemahiran, tidak ada kelemah-lembutan dalam ciuman mereka.Bagaimana bisa ada ketika mereka keduanya perlu murni?Hanya yang cepat, Semua pikiran kehormatan yang dilupakan. Semua yang penting adalah Chloe. Menyembah tubuhnya. Dan mencintai dirinya.