‘Gender mainstreaming implies a shi

‘Gender mainstreaming implies a shift towards a broader concept of gender equality, that explicitly targets patriarchy by tackling the multiple interconnected causes that create an unequal relation between the sexes in the areas of family, work, politics, sexuality, culture and male violence’ (Lombardo & Meier, 2006, 161, apud Walby, 1990). Reducing the gender issue at numbers (how many women versus men are employed in several area of interest) is obviously wrong. However, equal political representation of women is an issue taken into consideration by feminist researchers, at least as a way to ensure that women will, at least numerically, be part of the mainstream (Lombardo & Meier, 2006, 161). But gender mainstreaming could emphasize the perception that women need constant support.

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

'Pengarusutamaan gender menyiratkan pergeseran menuju konsep yang lebih luas tentang kesetaraan gender, yang secara eksplisit menargetkan patriarki dengan mengatasi beberapa saling berhubungan penyebab yang membuat hubungan yang tidak seimbang antara kedua jenis kelamin di daerah Keluarga, pekerjaan, politik, seksualitas, budaya dan kekerasan laki-laki' (Lombardo & Meier, 2006, 161, apud Walby, 1990). Mengurangi masalah gender di nomor (berapa banyak perempuan dibandingkan laki-laki bekerja di beberapa bidang minat) jelas salah. Namun, perwakilan politik yang sama perempuan adalah sebuah isu yang dipertimbangkan oleh peneliti feminis, setidaknya sebagai cara untuk memastikan bahwa perempuan akan, setidaknya numerik, menjadi bagian dari arus utama (Lombardo & Meier, 2006, 161). Tetapi Pengarusutamaan gender bisa menekankan persepsi bahwa wanita membutuhkan dukungan terus-menerus.

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

'Pengarusutamaan gender menyiratkan pergeseran ke arah konsep yang lebih luas dari kesetaraan gender, yang secara eksplisit menargetkan patriarki dengan mengatasi beberapa penyebab yang saling berhubungan yang membuat hubungan yang tidak seimbang antara jenis kelamin di bidang keluarga, pekerjaan, politik, seksualitas, budaya dan kekerasan laki-laki' ( Lombardo & Meier, 2006, 161, apud Walby, 1990). Mengurangi masalah gender di nomor (berapa banyak perempuan dibandingkan laki-laki bekerja di beberapa area of ​​interest) adalah jelas salah. Namun, perwakilan politik yang sama dari perempuan adalah masalah dipertimbangkan oleh para peneliti feminis, setidaknya sebagai cara untuk memastikan bahwa perempuan akan, setidaknya numerik, menjadi bagian dari mainstream (Lombardo & Meier, 2006, 161). Tapi pengarusutamaan gender bisa menekankan persepsi yang perlu wanita dukungan terus-menerus.