Aspects[edit]Geography, sovereignty

Aspects[edit]
Geography, sovereignty, and citizenship[edit]
At the same time that globalization is reducing the importance of nation-states,[15] the idea of global citizenship may require a redefinition of ties between civic engagement and geography. Face-to-face town hall meetings seem increasingly supplanted by electronic "town halls" not limited by space and time. Absentee ballots opened the way for expatriates to vote while living in another country; the Internet may carry this several steps further. Another interpretation given by several scholars of the changing configurations of citizenship due to globalization is the possibility that citizenship becomes a changed institution; even if situated within territorial boundaries that are national, if the meaning of the national itself has changed, then the meaning of being a citizen of that nation changes.[16]

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

Aspek [sunting]Geografi, kedaulatan dan Kewarganegaraan [sunting]Pada saat yang sama bahwa globalisasi adalah mengurangi pentingnya negara-negara, [15] gagasan kewarganegaraan global mungkin memerlukan redefinisi hubungan antara keterlibatan sipil dan geografi. Pertemuan tatap muka balai kota tampak semakin supplanted oleh elektronik "kota halls" tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Tdk hadir surat suara membuka jalan bagi ekspatriat untuk memilih ketika tinggal di negara lain; Internet dapat melakukan ini beberapa langkah lebih lanjut. Interpretasi lain yang diberikan oleh beberapa ulama perubahan konfigurasi kewarganegaraan karena globalisasi adalah kemungkinan bahwa kewarganegaraan menjadi lembaga yang berubah; bahkan jika terletak di dalam batas-batas wilayah yang nasional, jika makna Nasional itu sendiri telah berubah, maka makna menjadi warga negara bangsa itu berubah.[16]

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Aspek [sunting]
Geografi, kedaulatan, dan kewarganegaraan [sunting]
Pada saat yang sama bahwa globalisasi adalah mengurangi pentingnya negara-bangsa, [15] ide kewarganegaraan global mungkin memerlukan redefinisi hubungan antara keterlibatan sipil dan geografi. Pertemuan balai kota face-to-face tampak semakin digantikan oleh elektronik "balai kota" tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Surat suara absen membuka jalan bagi ekspatriat untuk memilih ketika tinggal di negara lain; Internet dapat membawa ini beberapa langkah lebih lanjut. Interpretasi lain yang diberikan oleh beberapa ulama dari konfigurasi perubahan kewarganegaraan karena globalisasi adalah kemungkinan bahwa kewarganegaraan menjadi lembaga berubah; bahkan jika terletak dalam batas-batas teritorial yang nasional, jika makna itu sendiri nasional telah berubah, maka makna menjadi warga bahwa perubahan bangsa. [16]