memejamkan mata. Aku sudah siap untuk menerima semua hal buruk yang akan terjadi. Bahkan bibir Tiffany terasa sangat kaku. Saya hanya ingin menyampaikan semua yang saya merasa padanya. Aku tidak peduli statusnya lagi.
Perlahan-lahan saya pindah bibirku. Saya berharap bahwa Tiffany bisa lebih tenang dan mencium saya kembali. Tapi ada saya akan merasa rasa asin. Aku membuka mata dan melepaskan ciuman saya.
Saya terkejut ketika saya melihat Tiffany menangis. Aku merasa sangat bersalah. Aku merasa aku tidak berbeda dari orang itu. Saya suka pecundang.
"M-Mianhe ..." kataku pelan. Tapi Tiffany benar-benar menangis keras.
Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menenangkannya. Aku memeluknya. Segera aku merasa bajuku basah dengan air matanya. Saya pikir saya juga ingin menangis. Aku sudah merusak semuanya.
"Uljima ... Uljima ... Maaf ... Aku tidak bermaksud untuk melakukan itu semua." Aku terus menenangkannya. Aku melepaskan pelukanku dan membuat air matanya dengan ibu saya.
"Tae ..." Tiffany terus menangis sambil sesekali memanggil nama saya.
Tapi mata saya seperti pergi keluar ketika Tiffany tiba-tiba mencium bibir. Aku berkedip mata saya berkali-kali untuk memahami semua ini. Tapi perlahan-lahan tubuh saya lemas dan aku mulai mencium punggungnya.
Aku memejamkan mata dan mencoba mengingat semua sensasi ini. Aku benar-benar tidak ingin segera mengakhiri ini. Saya tidak peduli tentang udara yang saya butuhkan lagi. Aku hanya ingin terus mencium Tiffany tanpa henti.
"Fany-ah ..." Aku memanggilnya. Tiffany akhirnya melepaskan ciuman itu. Aku membawa ibu saya untuk menyeka bibir menawan. Saya sebenarnya sudah dibius di pesona nya.
"Tae ..."
Aku tersenyum dan saya mematuk bibirnya.
"Aku melihatmu di klub." kata Tiffany sambil menyeka air matanya.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
