sovereignty acts as the ‘master sig

sovereignty acts as the ‘master signifier’ as Jenny Edkins and Veronique Pin-Fat (1999:6) put it. Both ‘Man’ and the state are marked by the presence of sovereignty, which contrasts with international relation which is marked, and violently so, by the absence of sovereignty (or alternatively stated, the presence of multiple sovereignties). in short, both the theory and practice of international relations are conditioned by the constitutive principle of sovereignty.

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

kedaulatan bertindak sebagai 'master penanda' sebagai Jenny Edkins dan menempatkan dariachmad Pin lemak (1999:6). 'Man' dan negara yang ditandai dengan adanya kedaulatan, yang kontras dengan hubungan internasional yang ditandai, dan keras begitu, karena tidak adanya kedaulatan (atau pilihan lain menyatakan, kehadiran dan hiburan beberapa). Singkatnya, teori dan praktik hubungan internasional dikondisikan oleh konstitutif prinsip kedaulatan.

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

tindakan kedaulatan sebagai 'master penanda' sebagai Jenny Edkins dan Veronique Pin-Fat (1999: 6) meletakkannya. Kedua 'Man' dan negara yang ditandai oleh adanya kedaulatan, yang kontras dengan hubungan internasional yang ditandai, dan keras sehingga, dengan tidak adanya kedaulatan (atau alternatif menyatakan, kehadiran beberapa kedaulatan). singkatnya, baik teori dan praktek hubungan internasional dikondisikan oleh prinsip konstitutif kedaulatan.