The research suggests that many of

The research suggests that many of the problems/challenges faced by
Pakistani women entrepreneurs originate from the structurally enforced
inferior status of women within an Islamic society. They are underestimated
as economic agents; the gender bias is embedded in the regional,
tribal and feudal culture present within an Islamic society.
Female entrepreneurs have to overcome the significant challenges
posed by the mores of pardah and izzat, placing severe restrictions on
their mobility and their interaction with men at work. Traditionally, doubts
could be cast on their good reputations and even adversely affect their
marriage prospects in some quarters of the society (Hibri, 1982; Shah,
1986).

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

Penelitian menunjukkan bahwa banyak masalah/tantangan yang dihadapi olehPakistan perempuan pengusaha berasal dari struktural penghilanganstatus inferior perempuan dalam masyarakat Islam. Mereka meremehkansebagai agen ekonomi; gender bias tertanam di daerah,budaya suku dan feodal hadir dalam masyarakat Islam.Perempuan Pengusaha memiliki untuk mengatasi tantangan-tantangan yang signifikanditimbulkan oleh adat istiadat dari pardah dan izzat, menempatkan pembatasan berat padamobilitas mereka dan interaksi mereka dengan laki-laki di tempat kerja. Secara tradisional, keraguanbisa dilemparkan pada mereka reputasi yang baik dan bahkan mempengaruhi merekaperkawinan prospek di beberapa kalangan masyarakat (Hibri, 1982; Shah,1986).

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Penelitian menunjukkan bahwa banyak masalah / tantangan yang dihadapi oleh
perempuan pengusaha Pakistan berasal dari struktural diberlakukan
status inferior perempuan dalam masyarakat Islam. Mereka diremehkan
sebagai agen ekonomi; bias gender tertanam di daerah,
hadir budaya suku dan feodal dalam masyarakat Islam.
pengusaha Perempuan harus mengatasi tantangan yang signifikan
yang ditimbulkan oleh adat istiadat pardah dan izzat, menempatkan pembatasan pada
mobilitas mereka dan interaksi mereka dengan orang-orang di tempat kerja. Secara tradisional, keraguan
bisa dilemparkan pada reputasi baik mereka dan mempengaruhi bahkan merugikan mereka
prospek pernikahan di beberapa kalangan masyarakat (Hibri, 1982; Shah,
1986).