I wasn’t sure if I should be scared

I wasn’t sure if I should be scared of it, either.
I stood up straight and flipped my loose hair back over the top of my head, out of my face. I clenched the brush in my hand, watching her watch me with wary eyes. Her mouth hung open a little, and she didn’t exactly look mad. I couldn’t figure out what she was thinking.
Dropping the cord, I arched an eyebrow. “Use your head,” I ordered. “Just kill the power next time.”
She crossed her arms over her see-through white pullover, and I could make out a white bikini top underneath. “Well, maybe if you hadn’t rushed to stick your nose into things, I would’ve figured it out,” she snarled, tipping her chin up.
I shook my head, letting out a bitter laugh. “You stuck your nose into my business last night. And I was just trying to help,” I said angrily, yanking the brush through the back of my hair.
“By being condescending and telling me to use my head?” she shot back. “I don’t need that kind of help, Jax.”
“Yeah.” I got in her face. “I was nice to you for years, and what did it get me? You start behaving yourself, and I’ll do the same.”
“Then stop looking down on me!” she shouted.
“Ditto!” I growled back, turning around.
I yanked the brush through my hair again and tied the rubber band back in it, getting ready to climb out the window.
“Stop,” Juliet groaned behind me.
I spun around. “What?”
“You’re …” She pinched her lips together and ran her hands down her face. “You’re ripping your hair apart,” she blurted out. “I can’t watch it anymore. You’re not brushing it right.”
I rolled my eyes and turned to crawl back out the window. “Yeah, I know how to brush my hair, Mom.”
“Sit down,” she commanded, and I heard furniture move behind me.
Turning back to her, I saw that she had moved Tate’s desk chair to the center of the room, and my mouth went dry. “Why?” I asked, my voice barely above a whisper.
She stood behind the chair, her shoulders relaxed, and a nice view of her tight stomach peeked out between her shirt and jean shorts. Her hair was in a messy bun, her face glowed with a thin layer of sweat, and she had on no makeup, obviously having been in the backyard lying out. I wanted to touch her. I wanted to pass the whole afternoon in bed, with her, just us alone.
“Just sit down.” She nodded, her tone firm but patient. “Please?”
I narrowed my eyes. She didn’t want to … My shoulders slumped, and my eyes widened. Oh, hell no.
I shook my head, my pulse throbbing in my neck.
“Go get the poor kid some food. I’ll stay with him.”
No, no, no … I bit down so hard my jaw ached. No one touched my hair. No one.
“Jax, if you’re going to keep your hair long, you have to take care of it.” Her voice was so gentle, and her summer green eyes were patient.
I looked down to the floor, suddenly feeling five years old again. “I know how to take care of it.”
“Yeah,” she sighed. “Using ninety-nine-cent shampoo?” she joked, not realizing that I barely heard her.
How the hell had she switched gears so fast? She was mad, and now she wanted to brush my hair?
My knees felt damn near about to buckle, and my stomach hollowed. This was what it had felt like being at my father’s house, lying in bed, and watching the shadows under my closed bedroom door from the party going on the other side. Wondering if someone was coming in. Wondering if I could sleep and being too scared to close my eyes. Wondering why no one ever helped me.
Juliet wasn’t right for me, and I clenched my fists, reminding myself of that. She made me feel unsafe again.
“No.” I tried to swallow past the tight ache in my throat.
She narrowed her eyes slightly, looking confused, and I hated myself. She got me jacked up, and she jerked me around, and on these rare occasions when she was sweet, I was turning her away. I wanted to sit down. I wanted her to touch me, and fuck, I didn’t want to leave!
She continued to wait, and my fists clenched with the urge to hit something. “I don’t like people touching my hair, okay?” I explained, trying honesty.
“Then why do you keep it long?” she asked.
“Because I don’t like it touched,” I repeated. “Not even by a stylist. I can either shave my head or grow it out, so I grew it out.”
Now, please fucking God, don’t ask any more questions.
She squinted at me, thinking. “You wanted me to trust you last night. Did you think that was a one-way street?” She tapped the back of the chair with both hands. “It’s your turn. Come on.”
I swallowed, wanting and not wanting the same exact thing.
I wanted what my brother had and what Madoc had. I wanted to be close to someone.
I saw the way my brother loved Tate. How he smiled at her even though she was walking away and couldn’t see him. How he was always looking for a reason to touch her. And how when he held her, he closed his eyes and looked as if he’d just found a life raft in the middle of the ocean.
I saw Madoc and how he loved Fallon. How he couldn’t keep his eyes off her. How every time he had to walk away to talk to someone, to go get a drink, to do anything, he had to grab her hand and drag her everywhere as if she were attached to his body. How he’d stop in the middle of a conversation and kiss the shit out of her.
Juliet wouldn’t hurt me. Juliet couldn’t hurt me. I was in control. I was powerful. I was worthy. And I was strong.
I exhaled. Fucking fine. I inched toward the chair. “Take off your shirt,” I ordered.
Her eyebrows shot up, and she plastered her hands to her hips as I came to stand right in front of the chair.
If she wanted me vulnerable, then I needed something to distract me. I didn’t think she’d do it.
But then she crossed her arms, grabbed the hem of the shirt in her hands, and lifted it over her head, revealing her smooth, golden skin in a white halter-top bikini featuring a hole in the center to display her ample cleavage.
“And take down your hair.” I kept my face even, but my voice turned deep. I couldn’t help it. She unwrapped her bun, and all her deep brown locks tumbled down around her shoulders.
The ten-ton weight in my stomach turned into a full-blown hard-on in my pants, and I imagined her and her hot little body straddling me on the chair.
Good enough.
I cleared my throat. "Just try to be quick, okay?

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Saya tidak yakin apakah saya harus takut itu, baik.
Aku berdiri tegak dan membalik rambut longgar saya kembali dari atas kepala saya, dari wajahku. Aku mengepalkan sikat di tangan saya, mengamatinya menonton saya dengan mata waspada. Mulutnya ternganga sedikit, dan dia tidak benar-benar terlihat marah. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan.
Menjatuhkan kabelnya, saya mengangkat alis. "Gunakan kepala Anda," Aku memerintahkan. "Hanya membunuh daya waktu berikutnya."
Dia menyilangkan tangan di atasnya tembus pullover putih, dan aku bisa membuat sebuah bikini putih di bawahnya. "Yah, mungkin jika Anda tidak terburu-buru untuk tetap hidung Anda ke hal-hal, aku akan menemukan jawabannya," ia menggeram, tip nya dagu.
Aku menggeleng, membiarkan tertawa pahit. "Anda terjebak hidung Anda ke bisnis saya tadi malam. Dan saya hanya mencoba untuk membantu, "kataku marah, menghentak sikat melalui belakang rambut
saya." Dengan menjadi merendahkan dan memberitahu saya untuk menggunakan kepala saya? "Dia balas. "Aku tidak membutuhkan jenis bantuan, Jax."
"Ya." Aku di wajahnya. "Saya itu bagus untuk Anda selama bertahun-tahun, dan apa itu bisa saya? Anda mulai berperilaku diri sendiri, dan aku akan melakukan hal yang sama.
"" Lalu berhenti melihat ke bawah pada saya!
"Teriaknya." Ditto! "Aku menggeram kembali, berbalik.
Aku menarik sikat rambut saya lagi dan diikat karet gelang kembali itu, bersiap-siap untuk keluar jendela.
"Berhenti," Juliet mengerang di belakang saya.
Saya berbalik. "Apa?"
"Kau ..." Dia mencubit bibirnya dan berlari tangannya di wajahnya. "Kau merobek rambut Anda terpisah," sergahnya. "Saya tidak dapat melihatnya lagi. Anda tidak menyikat benar.
"Aku memutar mataku dan berbalik untuk merangkak kembali ke luar jendela. "Ya, saya tahu bagaimana menyikat rambut saya, Ibu."
"Duduklah," perintahnya, dan aku mendengar furnitur bergerak di belakang saya.
Beralih kembali ke dia, saya melihat bahwa dia telah pindah meja kursi Tate ke tengah ruangan , dan mulut saya terasa kering. "Kenapa?" Tanyaku, suaraku nyaris berbisik.
Dia berdiri di belakang kursi, bahu santai, dan pandangan baik dari perut erat-erat mengintip antara kemeja dan jean nya celana pendek. Rambutnya di sanggul berantakan, wajahnya bersinar dengan lapisan tipis keringat, dan dia telah di ada makeup, jelas telah di halaman belakang berbaring. Saya ingin menyentuhnya. Saya ingin lulus seluruh sore di tempat tidur, dengan dia, hanya kami saja.
"Hanya duduk." Dia mengangguk, dia tegas nada tetapi pasien. "Silakan?"
Aku menyipitkan mata saya. Dia tidak ingin ... bahu saya merosot, dan mataku melebar. Oh, tidak ada neraka.
Aku menggeleng, berdenyut-denyut nadi saya di leher saya.
"Pergi mendapatkan anak miskin beberapa makanan. Aku akan tinggal bersamanya.
"Tidak, tidak, tidak ... Aku menggigit keras rahang saya sakit. Tidak ada yang menyentuh rambut saya. Tidak ada satu.
"Jax, jika Anda akan untuk menjaga rambut Anda panjang, Anda harus mengurusnya." Suaranya begitu lembut, dan mata hijaunya musim panas adalah pasien.
Saya melihat ke bawah ke lantai, tiba-tiba merasa lima tahun lagi. "Saya tahu bagaimana untuk mengurus itu."
"Ya," dia mendesah. "Menggunakan sembilan puluh sembilan sen sampo?" Dia bercanda, tidak menyadari bahwa aku hampir tidak mendengarnya.
Bagaimana sih telah dia beralih gigi begitu cepat? Dia marah, dan sekarang dia ingin menyikat rambut saya?
Lutut saya merasa sialan dekat sekitar untuk gesper, dan perut saya dilubangi. Ini adalah apa yang merasa seperti berada di rumah ayahku, berbaring di tempat tidur, dan menonton bayangan di bawah pintu kamar tertutup saya dari partai terjadi di sisi lain. Tanya apakah seseorang datang di. Bertanya-tanya apakah aku bisa tidur dan menjadi terlalu takut untuk memejamkan mata. Bertanya-tanya mengapa tidak ada yang pernah membantu saya.
Juliet tidak tepat untuk saya, dan saya mengepalkan saya, mengingatkan diri itu. Dia membuat saya merasa tidak aman lagi.
"Tidak" Aku berusaha menelan masa lalu sakit ketat di tenggorokan saya.
Dia menyipitkan mata sedikit, terlihat bingung, dan aku benci diriku sendiri. Dia membuat saya mendongkrak, dan dia tersentak saya sekitar, dan pada kesempatan ini jarang terjadi ketika dia manis, aku telah berubah menjauh. Saya ingin duduk. Saya ingin dia menyentuh saya, dan fuck, aku tidak ingin meninggalkan!
Dia terus menunggu, dan tinju terkepal saya dengan dorongan untuk memukul sesuatu. "Saya tidak suka orang menyentuh rambut saya, oke?" Saya menjelaskan, mencoba kejujuran.
"Lalu mengapa Anda tetap panjang?" Tanyanya.
"Karena saya tidak suka disentuh," aku mengulang. "Bahkan tidak oleh stylist. Aku bisa baik mencukur kepala saya atau tumbuh keluar, jadi saya tumbuh keluar.
"Sekarang, silakan sialan Allah, tidak mengajukan pertanyaan lagi.
Dia menatapku, berpikir. "Kau ingin aku percaya semalam. Apakah Anda berpikir itu adalah jalan satu arah? "Dia menepuk punggung kursi dengan kedua tangan. "Sekarang giliranmu. Ayo.
"Aku menelan ludah, ingin dan tidak ingin hal yang persis sama.
Saya ingin apa yang saudara saya punya dan apa Madoc memiliki. Aku ingin menjadi dekat dengan seseorang.
Aku melihat cara adikku mencintai Tate. Bagaimana dia tersenyum meskipun ia berjalan pergi dan tidak bisa melihatnya. Bagaimana ia selalu mencari alasan untuk menyentuhnya. Dan bagaimana ketika ia memeluknya, ia memejamkan mata dan tampak seolah-olah ia baru saja menemukan rakit kehidupan di tengah laut.
Saya melihat Madoc dan bagaimana dia mencintai Fallon. Bagaimana dia tidak bisa menjaga matanya dari dia. Bagaimana setiap kali dia harus pergi untuk berbicara dengan seseorang, untuk pergi minum, untuk melakukan apa pun, dia harus ambil tangannya dan menyeretnya di mana-mana seolah-olah dia yang melekat pada tubuhnya. Bagaimana dia akan berhenti di tengah-tengah percakapan dan mencium kotoran keluar dari dirinya.
Juliet tidak akan menyakiti saya. Juliet tidak bisa menyakitiku. Aku berada di kontrol. Saya kuat. Saya layak. Dan aku kuat.
Aku menghela napas. Sialan baik. Aku beringsut menuju kursi. "Lepaskan baju Anda," Aku memerintahkan.
Alisnya terangkat, dan dia terpampang tangannya ke pinggul karena saya datang untuk berdiri tepat di depan kursi.
Jika dia ingin aku rentan, maka saya membutuhkan sesuatu untuk mengalihkan perhatian saya. Saya tidak berpikir dia akan melakukannya.
Tapi kemudian dia menyilangkan lengannya, meraih ujung kemeja di tangannya, dan mengangkatnya di atas kepalanya, mengungkapkan halus, kulit emasnya dalam halter-top bikini putih menampilkan lubang di tengah untuk menampilkan belahan dada yang cukup dia.
"Dan mengambil rambut Anda." Aku terus wajahku bahkan, tapi suara saya berubah dalam. Aku tidak bisa menahannya. Dia membuka bungkusan roti, dan semua kunci dalam cokelat jatuh turun sekitar bahunya.
Berat sepuluh ton di perut saya berubah menjadi full-blown keras-on di celana saya, dan saya membayangkan dia dan tubuhnya sedikit panas nya mengangkangi saya di kursi.
Cukup baik.
Aku berdeham. "Hanya mencoba untuk menjadi cepat, oke?