Presented here is a 16-year-old gir

Presented here is a 16-year-old girl who was referred on 30th January 1996 with diagnosis of cord compression with spastic paraplegia with sensory level at T7/T8. CT scan myelogam confirmed soft tissue density mass displacing cord to the left with no dye being seen beyond T3. Thoracic spine decompressive laminectomy was performed on 1st January 1996 at Nairobi West Hospital extending from T3 to T6 level, which revealed a fibrous haemorrhagic tumour. Histology showed meningioma (mixed fibrous type and meningoepitheliomatous type) with many psammoma bodies. She had a stormy post-operative period, with infection and wound dehiscence. This was treated with appropriate antibiotics and wound care. She was eventually rehabilitated and was able to walk with the aid of a walking frame because of persistent spasticity of right leg. She was seen once as an outpatient by author on 6th July 1996, she was able to use the walking frame, but the right leg was still held in flexion deformity at the knee. She was thus referred to an orthopaedic surgeon for possible tenotomy. She was able to resume her studies at the University ambulating using a wheel chair and walking frame. She presented with worsening of symptoms in 2001 (five years after her first surgery). MRI scan thoracic spine revealed a left anterolateral intradural lesion extending from T3 to T5 vertebral body level compressing and displacing the spinal cord. She had a repeat surgery on 6th March 2001 at Kenyatta National Hospital; spastic paraparesis and urinary incontinenece persisted. She also developed bed sores and recurrent urinary tract infections. She was followed up by the author and other medical personnel in Mwea Mission Hospital where she eventually succumbed in 2005, nine years after her first surgery. This case is presented as a case of incompletely excised spinal meningioma to highlight some of the problems of managing spinal meningiomas when operating microscope and embolisation of tumours are not readily available. Also the family experienced financial constraint in bringing the patient for regular follow-up, and getting access to appropriate antibiotics, catheters and urine bags.

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Disajikan di sini adalah seorang gadis 16 tahun yang dirujuk pada tanggal 30 Januari 1996 dengan diagnosis kompresi tali dengan paraplegia spastik dengan tingkat sensorik di T7 / T8. CT scan myelogam dikonfirmasi kepadatan jaringan lunak kabel menggusur massa ke kiri tanpa pewarna terlihat di luar T3. Tulang belakang dada laminectomy decompressive dilakukan pada 1 Januari 1996 di Rumah Sakit Nairobi Barat membentang dari T3 ke tingkat T6, yang mengungkapkan tumor hemoragik berserat. Histologi menunjukkan meningioma (jenis berserat campuran dan jenis meningoepitheliomatous) dengan banyak badan psammoma. Dia memiliki periode pasca operasi badai, dengan infeksi dan dehiscence luka. Hal ini diobati dengan antibiotik yang sesuai dan perawatan luka. Dia akhirnya direhabilitasi dan bisa berjalan dengan bantuan kerangka berjalan karena spastisitas terus-menerus dari kaki kanan. Dia terlihat sekali sebagai pasien rawat jalan oleh penulis pada 6 Juli 1996, ia mampu menggunakan frame berjalan, tapi kaki kanan masih diadakan di deformitas fleksi pada lutut. Dia sehingga dirujuk ke ahli bedah ortopedi untuk kemungkinan tenotomi. Dia mampu melanjutkan studinya di Universitas ambulating menggunakan kursi roda dan berjalan bingkai. Dia disajikan dengan memburuknya gejala pada tahun 2001 (lima tahun setelah operasi pertama). MRI scan tulang belakang dada mengungkapkan lesi intradural anterolateral kiri membentang dari T3 ke T5 tingkat tubuh vertebral kompresi dan menggusur sumsum tulang belakang. Dia menjalani operasi ulang pada 6 Maret 2001 di Rumah Sakit Nasional Kenyatta; paraparesis spastik dan incontinenece kemih bertahan. Dia juga mengembangkan luka tempat tidur dan infeksi saluran kemih berulang. Dia diikuti oleh penulis dan tenaga medis lainnya di Rumah Sakit Mwea Misi di mana dia akhirnya menyerah pada tahun 2005, sembilan tahun setelah operasi pertama. Kasus ini disajikan sebagai kasus tidak lengkap dipotong meningioma tulang belakang untuk menyoroti beberapa masalah pengelolaan meningioma tulang belakang ketika mikroskop operasi dan embolisasi tumor tidak tersedia. Juga keluarga mengalami kendala keuangan dalam membawa pasien untuk reguler tindak lanjut, dan mendapatkan akses terhadap antibiotik yang tepat, kateter dan tas urin.