Hasil (
Bahasa Indonesia) 1:
[Salinan]Disalin!
Kepekaan terhadap keadaan adalah positif terkait dengan penilaian kembali dan penindasan.Mengubah suasana hati seseorang dan menahan diri dari mengekspresikan emosi negatif merupakan cara yang khas mengambilkeadaan sosial ke account. Akhirnya, kemauan untuk mengampuni adalah tidak terkait dengan peraturanemosi. Memaafkan menyiratkan lebih mengurangi kebencian dan menahan diri dariekspresi sentimen; itu juga mengimplikasikan terjadinya emosi positif, kognisi, danperilaku terhadap pelaku. Hasil ini adalah konsisten dengan temuan oleh Karremans danVan Lange (2004) bahwa, dalam konteks pengampunan, lewat dari keadaan negatif pikiran untuk keadaan cita yang netral adalah sebuah proses yang berbeda daripada lewat dari keadaan cita yang netral untuk positifkeadaan pikiran.Penelitian masa depan diperlukan di jalan pengampunan dikonseptualisasikan Indonesia multikulturalmasyarakat (Kearns & Fincham, 2004; Mullet, Girard, & Bakshi, 2004), dan motif yangmembangkitkan untuk memaafkan dan tidak mengampuni dalam keadaan beton (Exline, Worthington, Hill,& McCullough, 2003). Pertimbangan bahwa pengampunan terutama dimotivasi oleh intrapersonalalasan individualistis budaya (misalnya, bantuan dari kebencian, kemarahan, dan negatif lainnya tidak menyenangkanperasaan, wahyuni & Worthington, 2003; Worthington, 2001) dan interpersonal alasan di collectivisticbudaya (misalnya, mengembalikan harmoni dalam keluarga, Fu et al., 2004) ini tidak selalu berartikonsisten dengan fakta bahwa, secara keseluruhan, tingkat dispositional pengampunan tidak sangat berbedaantara dua budaya. Jalan mungkin penelitian yang lain bisa fokus pada cara orang Indonesiamemahami pengampunan sebagai mungkin antarkelompok atau Interetnis proses (misalnya, Kadianganduet al., pers).
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..