Keyakinan rendah dan Kurangnya Kepercayaan
Tingkat kepercayaan yang rendah dan kurangnya kepercayaan di antara aset-pemegang dalam sistem keuangan Indonesia terlihat dari perilaku mereka. Indikator yang jelas adalah bahwa sistem keuangan masih belum pulih dari krismon. Lain adalah sejauh mana aset-pemegang lindung nilai sendiri dengan membuat pengaturan keuangan alternatif. Beberapa pengaturan langsung menguntungkan negara-negara lain. Ketika Indonesia terus AS atau dolar Singapura mereka menghasilkan seignorage untuk otoritas moneter dari negara-negara. Dengan membiarkan penduduk setempat untuk mengadakan rekening mata uang asing, otoritas moneter di Indonesia menyediakan katup pengaman yang mengurangi kesempatan bahwa pasar gelap di valuta asing akan muncul kembali. Hal ini membuat kebajikan dari kebutuhan, tetapi memiliki dua implikasi. Pertama, itu adalah sebuah pengakuan terbuka oleh otoritas moneter dan fiskal bahwa mereka telah percaya pada kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi guncangan yang akan meminta dumping mata uang lokal terbatas. Kedua, kemampuan pemegang aset untuk beralih aset (sebuah "exit" strategi) memberikan mereka beberapa insentif untuk mencurahkan sumber daya mereka sendiri dan usaha (termasuk "suara") untuk membuat sistem keuangan lokal lebih efisien dan inklusif.
Meskipun rupiah digunakan dalam perdagangan lokal dan pertukaran, terutama oleh mereka yang berpendapatan rendah, biaya sahamnya tinggi karena sejarah negara itu terus inflasi kronis. Salah satu refleksi dari biaya ini adalah kecepatan tinggi sirkulasi (yaitu, rasio PDB untuk pasokan uang).
Saklar dari rupiah ke mata uang lainnya dan komoditas menambah tekanan inflasi. Pemilik aset menanggapi ini kehilangan nilai dengan menuntut premi yang lebih tinggi untuk memegang aset rupiahdenominated. Hal ini menempatkan tekanan ke atas pada tingkat bunga, menjelaskan (setidaknya sebagian) mengapa suku bunga di Indonesia yang jauh di atas mereka di negara-negara tetangga dan jauh lebih tinggi daripada tingkat di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura dan Hong Kong. Suku bunga yang tinggi membatasi peluang untuk investasi yang menguntungkan, terutama dalam jangka panjang projectsUnderlying biaya-biaya tinggi adalah kurangnya kepercayaan dalam medium dan pola jangka panjang pembangunan keuangan di Indonesia. Survei rutin yang dilakukan oleh Bank Dunia menyoroti biaya dalam melakukan bisnis di Indonesia baik secara absolut (misalnya, jumlah hari dan langkah-langkah yang diperlukan untuk memulai usaha) dan relatif terhadap biaya yang dikeluarkan di negara-negara pembanding. Doing Business Report Bank Dunia berfokus pada isu-isu seperti memulai bisnis, mempekerjakan pekerja, memperoleh kredit, membayar pajak, biaya ijin dan lisensi, antara lain. Salah satu dimensi yang tidak langsung tercermin dalam survei adalah tingkat kepercayaan penduduk setempat yang ada di sistem keuangan. Namun, salah satu ukuran adalah mengungkapkan: kurang dari 12 persen perusahaan di Indonesia digunakan bank untuk membiayai operasi mereka.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
