Romy’s eyes pop open, and she blink

Romy’s eyes pop open, and she blinks a few times as a warm, pink flush suffuses her cheeks. “Oh … okay. Of course. Sure.” She clears her throat and stands up, too, keeping her face turned away from me. She probably thinks she’s read the situation wrong. If I were free to do what I want, I’d tilt her face up and kiss that blush away. But I’m not free. I’m in a cage, and I stepped into it willingly.
“I’ll walk you back to the theater.”
“It’s all right,” she says. “You don’t have to.”
I scowl at her. “I’m walking you back. It’s one thing during the day, and it’s another at night.” Plus … I am selfish. I want every minute of this, even though I’ve already ruined it.
The corner of her mouth twitches. “We’d better get going then.” She looks at me expectantly, and I realize I haven’t started to walk yet.
So I do. We haven’t even made it a block before my phone buzzes in my pocket. I ignore it.
“You can get that if you need to,” she says.
“I don’t.” It’s probably Claudia. Katie was fast asleep when I left this evening. And she’ll stay that way. I watched her take the meds with her pizza tonight.
The lights of Main Street seem much brighter than before, harsh and unforgiving as we step back onto the sidewalk and head for the theater. Romy is silent, like her thoughts have swallowed her. I’d pay a lot to know what she’s thinking. But I don’t have money, and that’s exactly the problem.
We reach the theater, and Romy glances up at the marquee. SORG, it says. If there’s a worse name for a movie, no one’s yet come up with it. Romy lets out a sigh. “I’d better get back in there, I guess.”
“Hang in there,” I say. You have no idea how much I wish I could go with you.
She stares at me for a second, then touches the tab of my zipper, right in the middle of my chest, with her fingertip. She pulls her hand back quickly, like she didn’t mean to do it. “You, too,” she says softly. And then she opens the door to the theater and disappears inside.
I jam my hands into my pockets, crushing the little box of condoms in my fist, wrestling down the urge to follow her, to pull her back, to finish what we started on that bench by the lake. My phone buzzes again, and I pull it out. Claudia. I’m waiting.
I peer into the lobby of the theater. Romy’s nowhere to be seen. She’s gone back to her friends. Back to her life. I swallow the lump in my throat and reply: On my way.

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Mata Romy pop terbuka, dan ia berkedip beberapa kali sebagai hangat, siram merah muda suffuses pipinya. "Oh baiklah. Tentu saja. Tentu. "Dia berdeham dan berdiri, juga, menjaga wajahnya berpaling dariku. Dia mungkin berpikir dia membaca situasi yang salah. Jika saya bebas untuk melakukan apa yang saya inginkan, saya akan memiringkan wajahnya dan ciuman yang memerah pergi. Tapi aku tidak gratis. Aku di kandang, dan aku melangkah ke dalamnya rela.
"Saya akan memandu Anda kembali ke teater."
"Tidak apa-apa," katanya. "Anda tidak perlu."
Aku cemberut padanya. "Aku berjalan Anda kembali. Itu salah satu hal selama hari, dan itu lagi di malam hari. "Ditambah ... Saya egois. Saya ingin setiap menit ini, meskipun saya sudah hancur itu.
Sudut berkedut mulutnya. "Sebaiknya kita pergi kemudian." Dia menatapku penuh harap, dan saya menyadari saya belum mulai berjalan belum.
Jadi saya lakukan. Kami bahkan belum membuat blok sebelum telepon saya ramai di saku saya. Aku mengabaikannya.
"Anda bisa mendapatkan bahwa jika Anda perlu," katanya.
"Saya tidak." Ini mungkin Claudia. Katie cepat tertidur ketika aku meninggalkan malam ini. Dan dia akan tetap seperti itu. Aku melihat dia mengambil obat-obatan dengan pizza nya malam ini.
Lampu Main Street tampak lebih terang dari sebelumnya, yang keras dan tak kenal ampun seperti yang kita melangkah kembali ke trotoar dan kepala untuk teater. Romy adalah diam, seperti pikirannya telah menelan nya. Saya akan membayar banyak untuk mengetahui apa yang dia pikirkan. Tapi saya tidak punya uang, dan itulah masalah.
Kami mencapai teater, dan Romy melirik di tenda. Sorg, ia mengatakan. Jika ada nama buruk untuk sebuah film, tidak ada yang belum datang dengan itu. Romy memungkinkan mendesah. "Sebaiknya aku kembali ke sana, saya kira."
"Bertahanlah," kataku. Anda tidak tahu betapa aku berharap aku bisa pergi dengan Anda.
Dia menatapku sejenak, kemudian menyentuh tab ritsleting saya, tepat di tengah-tengah dada saya, dengan ujung jarinya. Dia menarik tangannya kembali dengan cepat, seperti dia tidak bermaksud melakukannya. "Kau juga," katanya lirih. Dan kemudian ia membuka pintu ke teater dan menghilang di dalam.
Saya selai tanganku ke kantong saya, menghancurkan kotak kecil kondom di tangan saya, gulat bawah dorongan untuk mengikutinya, menariknya kembali, untuk menyelesaikan apa yang kita mulai pada yang bench oleh danau. Telepon saya ramai lagi, dan saya menariknya keluar. Claudia. Aku menunggu.
Aku mengintip ke lobi teater. Romy tidak terlihat. Dia kembali ke teman-temannya. Kembali ke hidupnya. Aku menelan benjolan di tenggorokan dan jawaban saya: Dalam perjalanan saya.