As might be expected, low-income ho

As might be expected, low-income households had lower participation rates in private tutoring than did their more affl uent counterparts. For the low-income group (n  333), participation rates were 10.2% in Secondary 1– 3, 13.2% in Secondary 4– 5, and 16.2% in Secondary 6– 7. By contrast, for the high income group (n  217), participation rates were 15.2% in Secondary
1– 3, 22.1% in Secondary 4– 5, and 19.3% in Secondary 6– 7.

These proportions were correlated with the educational levels of the parents. Table 4 indicates that the proportion of pupils receiving tutoring rose with parental education levels. To some extent this was presumably a reflection of incomes, since lower-educated parents probably earned less than higher-educated parents. However, the pattern may also have reflected parental expectations of their children. The more highly educated parents were presumably in a better position to tutor their own chil-dren than were their less-educated counterparts, but many parents chose instead to pay for tutors perhaps because they felt that the tutors were specialists and could perform the task more cost-effectively.

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

Seperti bisa diduga, rumah tangga berpendapatan rendah memiliki lebih rendah tingkat partisipasi di privat daripada affl lain mereka rekan-rekan uent. Untuk kelompok berpenghasilan rendah (n  333), tingkat partisipasi yang 10,2% di sekolah menengah 1-3, 13,2% dalam sekunder 4-5, dan 16.2% di sekunder 6-7. Sebaliknya, untuk kelompok berpenghasilan tinggi (n  217), tingkat partisipasi yang 15,2% di menengah 1-3, 22,1% dalam sekunder 4-5, dan 19.3% dalan sekunder 6-7.Proporsi ini yang berkorelasi dengan tingkat pendidikan orangtua. Tabel 4 menunjukkan bahwa proporsi murid-murid yang menerima bimbingan meningkat dengan tingkat pendidikan orangtua. Sampai batas tertentu ini mungkin adalah refleksi dari pendapatan, sejak orang-tua berpendidikan rendah mungkin mendapat kurang dari berpendidikan tinggi orang tua. Namun, pola mungkin juga mencerminkan harapan orangtua anak-anak mereka. Orang tua lebih berpendidikan yang mungkin dalam posisi yang lebih baik untuk mengajar mereka sendiri anak daripada rekan-rekan mereka kurang terdidik, tetapi banyak orang tua memilih sebaliknya untuk membayar untuk tutor mungkin karena mereka merasa bahwa para tutor spesialis dan dapat melakukan tugas yang lebih biaya-efektif.

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Seperti bisa diduga, rumah tangga berpendapatan rendah memiliki tingkat partisipasi rendah dalam les privat daripada rekan-rekan uent lebih affl mereka. Untuk kelompok berpenghasilan rendah (n  333), tingkat partisipasi 10,2% di Secondary 1- 3, 13,2% di Secondary 4- 5, dan 16,2% di Secondary 6- 7. Sebaliknya, untuk kelompok berpenghasilan tinggi (n  217), tingkat partisipasi yang 15,2% di Secondary
1- 3, 22,1% di Secondary 4- 5, dan 19,3% di Secondary 6- 7.

proporsi ini berkorelasi dengan tingkat pendidikan orang tua. Tabel 4 menunjukkan bahwa proporsi murid menerima les naik dengan tingkat pendidikan orang tua. Untuk batas tertentu ini mungkin refleksi dari pendapatan, karena orang tua lebih rendah berpendidikan mungkin diperoleh kurang dari orang tua lebih tinggi-berpendidikan. Namun, pola mungkin juga telah mencerminkan harapan orangtua dari anak-anak mereka. Orang tua yang berpendidikan lebih tinggi yang mungkin dalam posisi yang lebih baik untuk guru chil-anak mereka sendiri daripada yang rekan-rekan mereka yang kurang berpendidikan, tapi banyak orang tua memilih bukan untuk membayar tutor mungkin karena mereka merasa bahwa tutor yang spesialis dan bisa melakukan tugas yang lebih biaya-efektif.