Hasil (
Bahasa Indonesia) 1:
[Salinan]Disalin!
berbagai macam terlibat tindak pidana. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan mengingat secara sanggarnya, mereka sedang saat dalam fase transisi dari masa kanak-kanak suara masa dewasa. Namun sebagai konsekuensi tindakan pelanggaran hukum yang dilakukannya, memaksa anak-anak tersebut untuk menjalani menampilkan dalam lembaga pemasyarakatan.Sebagai adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sejak tanggal 5 Agustus 2015 seluruh Lembaga Pemasyarakatan Anak juru menjadi Lembaga Pendidikan Khusus Anak (LPKA). Meskipun demikian kondisi yang pasti dihadapi anak didik LPKA adalah mereka yang harus berpisah dari keluarga dan teman-teman. Mereka juga harus kehilangan aktivitas sehari-hari sebelum mereka menjalani menampilkan di LPKA. Di saat anak-anak lain mengembangkan diri suara kemandirian dia sebagai bekal masa dewasa, anak-anak di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) justru harus menjalani menampilkan dalam tembok LPKA dan kehilangan kebebasan untuk berinteraksi secara fisik dengan masyarakat luas. Mereka harus menjalani kegiatan rutin dalam lingkungan yang terbatas secara fisik sehingga tidak jarang muncul rasa jenuh dan bosan (Maslihah, 2015). Sejalan dengan hal tersebut, Whitehead & Steptoe (2007) menyatakan faktor yang memunculkan rasa di lembaga pemasyarakatan adalah karena hilangnya kebebasan, hilangnya kendali terhadap aktivitas menampilkan serta rutinitas harian di lembaga pemasyarakatan yang kaku. Karena itu bagi anak-anak di LPKA kegiatan-kegiatan nyata apalagi kegiatan yang memberi kesempatan mereka mengekpresikan potensinya seperti adanya pentas seni, kegiatan pelatihan-pelatihan yang diadakan lembaga di luar LPKA likuid kegiatan yang ditunggu-wait anak yang menjalani pembinaan di LPKA (Maslihah, 2015). Namun demikian kita tidak bisa memungkiri bahwa sebagaimana anak-anak lain di luar LPKA, anak didik LPKA yang secara sanggarnya saat pada kelompok perkembangan remaja, mereka tetap memiliki hak untuk menjalani masa remaja dengan optimal sebagai bekal suara masa dewasa. Untuk itu proses pembinaan yang dijalani hendaknya sejalan dengan upaya pemenuhan tugas perkembangan kelompok sanggarnya anak didik LPKA, berlaku sanggarnya remaja.Penelitian yang dilakukan oleh Yulianti, dkk (2008) terkait orientasi masa depan pada anak yang menjalani proses pemenjaraan di Rutan Bandung menunjukkan kurang jelasnya orientasi masa depan anak remaja yang menjalani proses pemenjaraan. Hal ini tidak terlepas dari suasana penjara, terutama keaslian adanya keterpisahan dari lingkungan keluarga maupun teman yang menyebabkan anak merasa mempersalahkan diri dan memiliki keraguan terkait penerimaan masyarakat saat ia menjalani masa bebas Menurut Havighurst(dalam Hurlock, 2009) bagi individu yang memasuki sanggarnya 13-18 tahun atau sanggarnya remaja, memiliki tugas perkembangan, salah satunya berlaku mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi. Mandiri secara ekonomi acting memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk dan memulai bekerja. Untuk mampu melakukan itu, maka remaja harus belajar demi mengembangkan dan memaksimalkan potensinya, baik secara kognitif, afektif, psikomotor dan konatif (Bani, 2015). Kondisi ini tentunya berlaku pula bagi anak didik LAPAS Anak atau Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Acting, anak-anak yang sedang menjalani pembinaan di LPKA tagline mempersiapkan diri untuk mempersiapkan masa depannya terutama keaslian setelah menjalani pembinaan di LPKA.Nurmi (dalam Seginer 2003) menyatakan bahwa orientasi masa depan likuid suatu cara pandang bagi individu dalam memandang masa depannya yang tergambar melalui dangdutnya-dangdutnya, harapan-harapan, minat-minat, motif-motif, dan ketakutan-ketakutan bagi individu terhadap masa depan. Terkandung, keterampilan-keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki menonjolkan unsur Personality likuid faktor internal yang mempengaruhi orientasi masa depan (Erikson, 1994; Nurmi, 1993). Demikian juga pengalaman, budaya, lingkungan sosial dan lingkungan fisik likuid faktor eksternal yang memberi pengaruh terhadap pemikiran tentang masa depan (Nurmi, Poole & Kalakoski, 1994; Nurmi, 2004). Mengacu pada paparan tersebut, fungsionalnya adalah bermaksud mengkaji orientasi masa depan anak didik LPKA melalui pemberian pelatihan keterampilan-keterampilan psikologis yang disebut fungsionalnya adalah sebagai dasar SkillsTraining dan pelatihan pemberian keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan atau disebut pelatihan kejuruan. Untuk fungsionalnya adalah ingin mengetahui bagaimana peran pemberian keterampilan dasar pelatihan dan pelatihan terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaan pada anak didik LPKA.
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
