Twenty years ago, the glass ceiling

Twenty years ago, the glass ceiling was considered to be the reason why the arenas of power were dominated by men. The concept stresses out the impossibility of women to advance on the scale of professions higher than they already have, claiming that women do not lack ambition or strong will, but they are kept from doing so by invisible obstacles (Lorber, 1994). The glass ceiling is described as ‘those artificial barriers based on attitudinal or organizational bias that prevent qualified individuals from advancing upward in their organization into management level positions’

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

Dua puluh tahun yang lalu, langit-langit kaca dianggap menjadi alasan mengapa Arena kekuasaan didominasi oleh laki-laki. Konsep menekankan keluar kemustahilan perempuan untuk memajukan skala profesi lebih tinggi daripada mereka sudah memiliki, mengklaim bahwa perempuan tidak kekurangan ambisi atau keinginan yang kuat, tetapi mereka tetap dari melakukannya oleh terlihat hambatan (Lorber, 1994). Langit-langit kaca digambarkan sebagai 'orang tiruan hambatan berdasarkan bias sikap atau organisasi yang mencegah individu maju ke atas di organisasi mereka ke posisi tingkat manajemen'

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Dua puluh tahun yang lalu, langit-langit kaca dianggap menjadi alasan mengapa arena kekuasaan yang didominasi oleh laki-laki. Konsep ini menekankan keluar ketidakmungkinan perempuan untuk maju pada skala profesi yang lebih tinggi daripada mereka sudah memiliki, mengklaim bahwa wanita tidak kekurangan ambisi atau kemauan yang kuat, namun mereka tetap melakukannya oleh hambatan tak terlihat (Lorber, 1994). Langit-langit kaca digambarkan sebagai 'orang-hambatan buatan berdasarkan sikap atau organisasi bias yang mencegah individu yang berkualitas dari maju ke atas dalam organisasi mereka ke posisi tingkat manajemen'