Just as all the members of the Xiao

Just as all the members of the Xiao clan decided to put up a desperate fight with their lives, the clear sound of a door being pushed open suddenly interrupted the massacre that was about to erupt.

The door was slowly pushed open and an eye-piercing sunlight followed the gap of the door as it creeped in until it finally reached the other side of the hall.

Everyone in the large hall turned their heads toward the main door. The figure of a skinny young man was slowly walking in from there.

“I’m sorry that I have returned late.”

The young man’s faint apologetic voice appeared.

Hearing this faintly familiar voice, the first elder was initially startled. Immediately, his tightened body completely relaxed. Two drops of turbid tears of excitement moved along his old face and rolled down.

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

Sama seperti semua anggota klan Xiao memutuskan untuk memasang desperate fight dengan kehidupan mereka, suara yang jernih pintu didorong terbuka tiba-tiba terganggu pembantaian yang hendak meletus.Pintu perlahan-lahan didorong terbuka dan sinar matahari yang menusuk mata mengikuti kesenjangan pintu seperti creeped di sampai akhirnya mencapai sisi lain aula.Semua orang di aula besar berpaling kepala mereka menuju pintu utama. Sosok seorang pria muda yang kurus perlahan-lahan berjalan di dari sana."Aku menyesal bahwa saya kembali akhir."Suara apologetik samar orang muda muncul.Mendengar suara samar-samar akrab ini, penatua pertama pada awalnya terkejut. Segera, mengencangkan tubuh benar-benar santai. Dua tetes air mata keruh kegembiraan bergerak sepanjang wajahnya tua dan digulung ke bawah.

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Sama seperti semua anggota klan Xiao memutuskan untuk memasang melawan putus asa dengan kehidupan mereka, suara yang jelas dari pintu didorong terbuka tiba-tiba terganggu pembantaian yang hendak meletus. Pintu perlahan-lahan mendorong terbuka dan mata-piercing sinar matahari diikuti celah pintu seperti merinding dalam sampai akhirnya mencapai sisi lain aula. Semua orang di aula besar memalingkan kepala mereka ke arah pintu utama. Sosok seorang pemuda kurus perlahan-lahan berjalan dari sana. "Saya minta maaf bahwa saya telah kembali terlambat." Suara menyesal samar pemuda itu muncul. Mendengar suara samar-samar akrab, penatua pertama awalnya kaget. Segera, tubuhnya menegang sepenuhnya santai. Dua tetes air mata keruh kegembiraan pindah bersama wajah tua dan bergulir.