AbstractGovernment policymakers all

Abstract

Government policymakers allow advertisers to use wildly exaggerated, fanciful or vague claims for a product or service because they believe that nobody could possibly treat the claims seriously or be misled by them. The results demonstrate that although consumers are able to identify exaggerated claims as less credible than factual claims, their brand evaluations are inflated after exposure to exaggerated claims. The explanation is that during the process of comprehension, claims are accepted before being discredited. The temporary acceptance of the claim affects memory, even after the claim is understood as an exaggeration.

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

AbstrakPara pembuat kebijakan pemerintah memungkinkan pengiklan menggunakan klaim liar berlebihan, aneh atau tidak jelas untuk produk atau layanan karena mereka percaya bahwa tak seorang pun mungkin bisa memperlakukan klaim serius atau boleh disesatkan oleh mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun konsumen dapat mengidentifikasi klaim berlebihan sebagai kurang kredibel dari klaim faktual, evaluasi merek mereka meningkat setelah paparan klaim berlebihan. Penjelasan adalah bahwa selama proses pemahaman, klaim yang diterima sebelum menjadi mendiskreditkan. Penerimaan sementara klaim mempengaruhi memori, bahkan setelah klaim dipahami sebagai berlebihan.

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Abstrak

kebijakan Pemerintah memungkinkan pengiklan untuk menggunakan dilebih-lebihkan, aneh atau tidak jelas klaim produk atau jasa karena mereka percaya bahwa tidak ada yang mungkin bisa mengobati klaim serius atau disesatkan oleh mereka. Hasil menunjukkan bahwa meskipun konsumen mampu mengidentifikasi klaim berlebihan sebagai tidak dapat dipercaya klaim faktual, evaluasi merek mereka meningkat setelah terpapar klaim berlebihan. Penjelasannya adalah bahwa selama proses pemahaman, klaim diterima sebelum didiskreditkan. Penerimaan sementara klaim mempengaruhi memori, bahkan setelah klaim tersebut dipahami sebagai berlebihan.