The emergent themes are discussed i

The emergent themes are discussed in relation to the primary research question and the
findings from previous research.
Detailed documentation of the challenges involved in the practice of multicultural
counselling suggests that these challenges emerged from several categories (clients’
characteristics, third-party’s characteristics and specific counselling contexts or work
cultures), but the most frequently reported challenges are embedded in counsellors’ perceptions
of their current MCCs (e.g. perceived multicultural incompetence). This finding
is interesting because it proves that counsellor preparation seems to contribute to most
of the key challenges faced by these Malaysian counsellors in the practice of multicultural
counselling. Several possible explanations are useful to be considered to account
for this finding. First, perhaps Malaysian counsellors were not trained properly during
their previous counselling education and training. This has direct implications for the
education and training of counsellors, especially in terms of the adequacy of counselling
curriculum, the credibility and qualifications of the educators or trainers, and the quality of teaching in the counselling programmes. Second, this finding could indicate that the
current multicultural counselling courses may have unclear focus and hence, do not
contribute to developing counsellors’ MCCs. This is evidenced further by a critique of
Malaysian counselling literature, which states that there is lack of empirical evidence
regarding the state and extent of multicultural education and training in the counsellor
education programmes in Malaysia (Aga Mohd Jaladin, 2003, 2008; Ng & Stevens,
2001; See & Ng, 2010).

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Tema muncul dibahas dalam kaitannya dengan pertanyaan penelitian utama dan
temuan dari penelitian sebelumnya.
Dokumentasi lengkap dari tantangan yang terlibat dalam praktek multikultural
konseling menunjukkan bahwa tantangan-tantangan ini muncul dari beberapa kategori (klien
karakteristik, karakteristik pihak ketiga dan spesifik konteks konseling atau pekerjaan
budaya), namun tantangan yang paling sering dilaporkan tertanam dalam persepsi konselor '
dari PKS saat ini mereka (misalnya dirasakan inkompetensi multikultural). Temuan ini
menarik karena membuktikan bahwa persiapan konselor tampaknya berkontribusi paling
tantangan utama yang dihadapi oleh orang-konselor Malaysia dalam praktik multikultural
konseling. Beberapa penjelasan yang mungkin berguna untuk dipertimbangkan untuk memperhitungkan
untuk temuan ini. Pertama, mungkin konselor Malaysia tidak dilatih dengan benar selama
pendidikan konseling sebelumnya dan pelatihan. Ini memiliki implikasi langsung untuk
pendidikan dan pelatihan konselor, terutama dalam hal kecukupan konseling
kurikulum, kredibilitas dan kualifikasi pendidik atau pelatih, dan kualitas pengajaran di program konseling. Kedua, temuan ini dapat menunjukkan bahwa
program konseling multikultural saat ini mungkin memiliki fokus jelas dan karenanya, tidak
berkontribusi untuk mengembangkan konselor 'PKS. Hal ini dibuktikan lebih lanjut oleh kritik dari
literatur konseling Malaysia, yang menyatakan bahwa ada kurangnya bukti empiris
mengenai keadaan dan tingkat pendidikan multikultural dan pelatihan dalam konselor
program pendidikan di Malaysia (Aga Mohd Jaladin, 2003, 2008; Ng & Stevens ,
2001; Lihat & Ng, 2010).