Regional Development Bank (BPD) in

Regional Development Bank (BPD) in Indonesia was established with the intent to provide funding for the implementation of local development efforts in the framework of National Development. However up to this time, BPD still faces several problems, among which: limited capital; brand awareness community to BPD is still very low; quality of service does not meet the expectations of society; quality and human resources competencies have not been standardized; innovation and product development is still limited; networks office services is still limited ; not optimal strategic partnership; structure of public funding is relatively low; composition of the productive loan portfolio is relatively low, and not consolidate information technology

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

Bank pembangunan daerah (BPD) di Indonesia didirikan dengan maksud untuk menyediakan dana untuk pelaksanaan pembangunan daerah upaya dalam rangka pembangunan nasional. Namun sampai saat ini, BPD masih menghadapi beberapa masalah, di antaranya: terbatas modal; merek kesadaran masyarakat untuk BPD masih sangat rendah; kualitas pelayanan tidak memenuhi harapan masyarakat; kompetensi kualitas dan sumber daya manusia memiliki tidak standar; inovasi dan pengembangan produk masih terbatas; jaringan kantor pelayanan masih terbatas; kemitraan strategis yang tidak optimal; struktur pendanaan publik relatif rendah; Komposisi portofolio pinjaman produktif relatif rendah, dan tidak menggabungkan teknologi informasi

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia didirikan dengan maksud untuk menyediakan dana untuk pelaksanaan upaya pembangunan daerah dalam rangka Pembangunan Nasional. Namun hingga saat ini, BPD masih menghadapi beberapa permasalahan, di antaranya: modal terbatas; brand awareness masyarakat untuk BPD masih sangat rendah; kualitas layanan tidak memenuhi harapan masyarakat; kualitas dan sumber daya manusia kompetensi belum dibakukan; inovasi dan pengembangan produk masih terbatas; layanan jaringan kantor masih terbatas; kemitraan strategis tidak optimal; struktur pendanaan publik relatif rendah; Komposisi portofolio kredit produktif relatif rendah, dan tidak mengkonsolidasikan teknologi informasi