Media Culture and the Clash of Prio

Media Culture and the Clash of Priorities

When shiny new journalists, advertising executives, or public relations practitioners take their first jobs, they often do so with great expectations that they will be able to honor their personal ethical codes above all else. What a shock it is for them to discover that the industries in which they have chosen to work already have a pretty fair idea of how things should be done and have set their own principles that they expect will be used. This socialization is common to all media industries and even begins when many of these neophytes are still in school.

Ask a budding young journalist whether there are any circumstances under which the media should be censored (by others or even by them-selves), and you will invariably receive an instantaneous and emphatic, No! Similarly, ask an advertising major at any leading university whether there is a definition of “taste” that he or she would be willing to follow in creating ads for their clients, regardless of what the client wants. Guess what the an-swer will be?

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

Media budaya dan benturan prioritasKetika wartawan baru mengkilap, eksekutif iklan atau para praktisi PR mengambil pekerjaan pertama mereka, mereka sering melakukannya dengan harapan besar bahwa mereka akan dapat untuk menghormati mereka kode etika pribadi di atas segalanya. Apa yang mengejutkan bagi mereka untuk menemukan bahwa industri di mana mereka telah memilih untuk bekerja sudah memiliki ide yang cukup adil tentang bagaimana hal-hal yang harus dilakukan dan telah menetapkan prinsip-prinsip mereka sendiri yang mereka harapkan akan digunakan. Sosialisasi ini umum untuk semua industri media dan bahkan dimulai ketika banyak neophytes ini masih di sekolah.Tanyakan seorang pemula muda wartawan Apakah ada keadaan di mana media harus disensor (oleh orang lain atau bahkan oleh mereka-diri), dan Anda akan selalu menerima seketika dan tegas, tidak! Demikian pula, meminta utama iklan di universitas terkemuka Apakah ada definisi "rasa" bahwa dia atau dia akan bersedia mengikuti dalam menciptakan iklan untuk klien mereka, terlepas dari apa yang diinginkan klien. Tebak apa yang akan menjadi sebuah swer?

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Media Budaya dan Clash of Prioritas Ketika wartawan mengkilap baru, eksekutif periklanan, atau praktisi PR mengambil pekerjaan pertama mereka, mereka sering melakukannya dengan harapan besar bahwa mereka akan dapat menghormati kode etik pribadi mereka di atas segalanya. Apa kejutan itu adalah bagi mereka untuk menemukan bahwa industri di mana mereka telah memilih untuk bekerja sudah memiliki ide yang cukup wajar bagaimana hal-hal yang harus dilakukan dan telah menetapkan prinsip-prinsip mereka sendiri yang mereka harapkan akan digunakan. Sosialisasi ini adalah umum untuk semua industri media dan bahkan dimulai ketika banyak dari neophytes ini masih di sekolah. Tanyakan seorang wartawan muda pemula apakah ada keadaan di mana media harus disensor (oleh orang lain atau bahkan oleh mereka-diri), dan Anda akan selalu menerima seketika dan tegas, Tidak! Demikian pula, meminta seorang besar iklan di universitas terkemuka apakah ada definisi "rasa" bahwa ia akan bersedia untuk mengikuti dalam menciptakan iklan untuk klien mereka, terlepas dari apa yang diinginkan klien. Menebak apa an-swer akan?