In this loyalty to an ideal, Follet

In this loyalty to an ideal, Follett may have been influenced by the American Philosopher Josiah Royce, whom, more than likely, she had known since her school days.2 Royce (1908)
emphasizes the ethical demands of a lucid, generous and well-thought-out adherence to great causes. For him, loyalty is the primordial ethical principle. The transcendence is related to spiritual life. Follett, together with some of her contemporaries, is concerned about the inhumanity of what she calls the ‘mechanical age’. Instead, she favors that “our daily living may itself become an art.” This ‘daily living’, of course, includes business, and this ‘art’ means simultaneously esthetic, ethics, spirituality… She adds, “in commerce we may find culture, in industry idealism, in our business system beauty, in mechanics morals; – the ethics of the lathe are of a pretty fundamental kind”

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Loyalitas ini ideal, Follett mungkin telah dipengaruhi oleh Amerika Filsuf Josiah Royce, yang, lebih dari mungkin, ia dikenal sejak days.2 sekolahnya Royce (1908)
menekankan tuntutan etis dari jernih, murah hati dan baik- pikir-out kepatuhan terhadap penyebab besar. Baginya, loyalitas adalah prinsip etika primordial. Transendensi yang terkait dengan kehidupan spiritual. Follett, bersama-sama dengan beberapa sebayanya, prihatin dengan kebiadaban apa yang dia sebut sebagai 'usia mekanis'. Sebaliknya, ia nikmat yang "hidup kita sehari-hari mungkin sendiri menjadi sebuah seni." Ini 'kehidupan sehari-hari', tentu saja, termasuk bisnis, dan ini 'seni' berarti secara bersamaan estetik, etika, spiritualitas ... Dia menambahkan, "dalam perdagangan kita dapat menemukan budaya, dalam idealisme industri, di kami keindahan sistem bisnis, moral mekanik; - Etika bubut adalah dari jenis yang cukup mendasar "